Kamis, 19 Januari 2012

Konseling Islam




TUGAS TERSTRUKTUR

PENDEKATAN KONSELING ISLAM


Tentang

HAKEKAT MANUSIA




OLEH:

SYAMSUL FIRMAN
TAUFIKA RANUS
YULIANA





Dosen:
IRMAN, M. Pd



PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING JURUSAN TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI (STAIN)
BATUSANGKAR
2010


HAKEKAT MANUSIA

A.    Pendahuluan
Konseling islam merupakan proses layanan yang sistematis dari seorang konselor kepada klien yang sejalan dengan petunjuk Allah demi optimalisasi potensi (ruhaniah dan jasmaniah) klien agar klien tersebut menyadari eksistensinya sebagai makhluk Allah sehingga diperolehlah kebahagiaan dunia dan Akhirat.
Berdasarkan pengertian trsebut, jelaslah bahwa konseling islami dilakukan oleh, terhadap dan bagi kepentingan manusia. Oleh karenanya pandangan mengenai manusia, atau pandangan mengenai hakekat manusia akan menentukan dan menjadi landasan operasional bimbingan konseling islami, sebab pandangan mengnai hakekat manusia itu akan mempengaruhi segala tindakan dan bimbingan tersebut. (Thohari Musnamar, 1992:7)
Manusia adalah salah satu makhluk Allah yang paling sempurna, baik dari aspek jasmaniah maupun rohaniahnya. Karna kesempurnaannya itulah, maka untuk dapat memahami, mengenal secara dalam dan totalitas dibutuhkan keahlian yang spesifik. Dan hal itu tidak mungkin dapat dilakukan tanpa melalui studi yang panjang dan hati-hati tentang “manusia”  melalui al-Qur’an  dan sudah tentu di bawah bimbingan dan petunjuk Allah Ta’ala, serta berparadigma kepada proses pertumbuhan dan perkembangan eksistensi diri yang terdapat pada para Nabi, Rasul dan khususnya Nabi Muhammad SAW.
Makalah yang penulis buat ini akan membahas tentang hakekat manusia yang meliputi pandangan islam  tentang manusia, tujuan hidup manusia dan sifat-sifat manusia menurut islam.






B.     Pembahasan
1.      Pandangan Islam tentang Manusia
Secara etimologi, istilah manusia di dalam al-Qur’an ada empat kata yang dipergunakan, yakni
a.       Ins, Insan dan Unas
Kata “Insan” diambil dari kata “Uns” yang mempunyai arti jinak, tidak liar, senang hati, tampak atau terlihat. Dari kata Insan itu tersirat makna bahwa manusia mmnpunyai dua unsur kemanusiaannya yaitu aspek lahiriah dan aspek bathiniah. (Hamdani Bakran Adz-Dzaky, 2002: 14)
b.      Basyar
Kata ini berasal dari makna kulit luar yang dapat dilihat dengan mata kasar, bersifat indah dan cantik. Dan dapat menimbulkan rasa senanag, bahagia, dan gembira bagi siapa saja yang melihatnya.
c.       Bani Adam
Arti kata “Bani Adam” ialah anak Adam dan putra Nabi Adam.
d.      Dzurriyat Adam
Yaitu para nabi yang berasal sari keturunan  Nabi Adam.

Adi Negoro dalam bukunya “Insiklopedi Umum dalam Bahasa Indonsia” menyatakan: “ Manusia adalah alam kecil sebagian dari alam besar  yang ada di atas bumi, sebagian dari makhluk yang bernyawa, sebagian dari bangsa Antropomorphen, binatang yang menyusui, akan makhluk yang mengetahui dan dapat menguasaai kekuatan-kekuatan alam, di luar dan di dalam dirinya (Lahir dan Batin). (Hamdani Bakran Adz-Dzaky, 2002: 16)
Manusia dihadapan Allah SWT.  Bukan lah seperti makhluk-makhluknya yang lain, akan tetapi seorang makhluk yang memiliki kelebihan luar biasa. Hal itu terbukti dengan jatuhnya pilihan-Nya kepadanya sebagai “Khalifah”, yakni sebagai pengganti-Nya dalam hal manage alam dan ekosistem illahiayah yang rahmatan lil’alamin, menaburkan potensi keselarasan, kemanfaatan, musyawarah dan kasih sayang ke seluruh penjuru alam.
Dalam rangka menjalankan tugas kekhalifahan yang sangat berat dan kompleks, maka Allah ta’ala melimpahkan potensi-potensi Illahiyah bersama kehadiran nur dan ruh yang bersifat fitri  ke dalam diri seorang insan yang menjadi pilihan, keputusan dan ketentuan-Nya. Adapun potensi-potensi yang ada dalam diri manusia adalah:
a.       Potensi Nur Illahiyah
Nur Illahiyah adalah potensi yang paling tinggi dan bersifat luas, ghaib dan tidah terbatas, karena ia sangat dekat dengan eksistensi Allah Ta’ala. (Hamdani Bakran Adz-Dzaky, 2002: 26).
Apabila nur Illahiyah itu telah utuh dan sempurna hadir atas izin-Nya, maka fungsi-fungsi esensinya akan tampak pada:
1)      Keimanan; yaitu dengan nur itu tersingkaplah hijab-hijab yang menutupi keyakinan dan rasa percaya. (QS. Al-Baqarah, 2: 257)

”Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”

2)      Keislaman; yaitu dengan nur itu tersingkaplah hakekat keislaman secara trasendental yang dapat mengantarkan manusia ke dalam kepasrahan dan lebur di dalam keislaman-Nya.
3)      Keihsanan; tersingkaplah rahasia dan wajah ketuhanan yang bersifat kamal (sempurna), jalal  (Agung), Qahhar (Perkasa).
4)      Ketauhidan; terbukalah hijab yang menutupi ketauhidan yang hakiki.
5)      Kegelapan; yaitu dngan nur itu seluruh kegelapan yang menutupi ruh, jiwa, hati nurani, akal fikiran, inderawi, dan jasmani, semua akan terbuka dan menampakan esensi dan keberadaannya yang hakiki, bersih, suci dan bercahaya.
b.      Potensi Ruh Illahiyah
Potensi ruh Illahiyah yang utama adalah memberikan hidup dan kehidupan yang hidup yang hidup secara hakiki, dalam habitat ketuhanan dan serumpun bersama-sama para rasul, Nabi dan ahli waris mereka. Jasmani orang-orang yang potensi ruh Illahiyahnya eksis, mereka akan terjaga dan terbimbing dengan cahaya ruh-Nya dari kehancuran dan tipu daya syetan.
c.       Potensi Nafs Illahiyah
Dalam pengertian kaum sufi, berarti “sesuatu yang cenderung melahirkan sifat tercela dan prilaku yang buruk”. Al-nafs diciptakan oleh Allah dalam keadaan sempurna yang berfungsi untuk menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan. (Asy-Syams: 7-8).
Secara garis besar, tingkat nafs yang terdapat dalam diri manusia, antara lain:
1)      Nafsu Amarah;  merupakan tingkat atau dorongan biologis yang terdapat dalam diri seseorang.
2)      Nafsu Lawwamah (budi pekerti); pada derajat lawwamah seseorang mampu menyadari akan segala perbuatannya, menyesali segala perbuatan yang kurang baik yang telah dilakukannya, dan akan mengmbalikan pada tingkat “budi pekerti” (perbuatan baik).
3)      Nafsu Muthmainnah (tingkat kerohanian); pada derajat yang paling tinggi inilah manusia dapat mencapai derajat ke-Illahi-an. (Zaenal Abidin, 2001:6-7)

d.      Potensi Qalb Illahiyah
Asal kata “Qalb” bermakna membalikan, bolak balik, memalingkan. (Hamdani Bakran Adz-Dzaky, 2002:47).
Qalb diberikan Allah pada manusia merupakan wadah untuk memahami segala karunia Allah yang ada di permukaan bumi ini (Zaenal Abidin, 2001:8). Untuk itulah, manusia perlu membersihkan qalbnya sebagai salah satu cara untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman terhadap ayat-ayat Allah.
e.       Potensi Akal Illahiyah
Kata ‘aql dalam  segi bahasa berarti tali pengikat, penghalang. Al-Qur’an menggunakan kata ‘aql ini untuk sesuatu yang mngikat atau menghalangi seseorang terjerumus dalam kesalahan atau dosa.
 Secara sepintas terdapat bbrapa hal pokok yang disinggung al-Qur’an untuk menggambarkan dari daya-daya yang dimiliki akal manusia, yaitu:
1)      Daya untuk memahami dan menggambarkan sesuatu (QS. Al- Ankabut: 43)
2)      Dorongan Moral (Al-An’am: 151)
3)      Daya untuk mengambil pelajaran dan kesimpulan serta hikmah.
f.       Potensi Inderawi Illahiyah
Allah SWT. Telah menjadikan kesempurnaan yang lengkap dalam diri seseorang manusia dengan potensi indrawi, yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap dan peraba.

Thohari Musnamar (1992:7), menyatakan bahwa berdasarkan ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi Muhammad SAW dan berbagai pandangan ulama serta para pakar lainnya, manusia itu antara lain memiliki sifat-sifat atau keadaan sebagai berikut:
a.       manusia terdiri dari berbagai unsur yang menjadi satu kesatuan utuh yang tak terpisahkan.
b.      Manusia memiliki empat fungsi (sifat atau kedudukan), yaitu:
1)      Sebagai makhluk Allah, yaitu makhluk yang diciptakan dan wajib mengabdi kepada Allah.
2)      Sebagai makhluk Individu
3)      Sebagai makhluk sosial.
4)      Sebagai “khalifatullah” dimuka bumi yang wajib mengelola dan memakmurkan bumi (makhluk berbudaya)
c.       Manusia memiliki sifat-sifat utama (berakal dsb) sekaligus mmiliki kelemahan-kelemahan
d.      Manusia bertanggung jawab atas segala perbuatannya.
Zaenal Abidin dan Dodi Pasilaputra (2001: 8-12), mengemukakan bahwa konsep manusia yang sehat menurut Al-Qur’an adalah sebagai brikut:
a.       memiliki keimanan dan ketakwaan dalam jiwanya.
b.      Memiliki keterpaduan antara iman dan taqwa dengan ilmu pengtahuan dalam jiwa.
c.       Memiliki akal fikiran yang cerdas.
d.      Memiliki motivasi dan etos kerja yang tinggi.

Aunur Rahim Faqih (2001: 114-120) mengemukakan bahwa hakekat manusia terdiri atas:
a.       Sebagai Makhluk Biologis
Karena manusia memiliki unsur jasmani atau biologis, manusia memiliki berbagai kebutuhan biologis yang harus dipenuhinya, semisal makan, minum, menghirup udara, berpakaian, bertempat tinggal dan sebagainya. Upaya untuk memenuhi kebutuhan jasmaniah tersebut dapat dilakukan manusia selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, bisa pula tidak menyimpang dari ketentuan dan petunjuk Allah itu bisa dilakukan manusia secara sadar maupun tidak. Manusia sebagai makhluk biologis ini meliputi:
1)      Syahwat adalah dorongan seksual, kepuasan yang bersifat materi duniawi yang menuntut untuk selalu dipenuhi dengan cepat dan memaksakan diri serta cenderung melampaui batas.
  
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”

2)      Al-Hawa adalah dorongan-dorongan yang tidak rasional, sangat mengagungkan kemampuan dan kepandaian diri sendiri, cenderung membenarkan segala cara, tidak adil yang terpengaruh oleh kehendk sendiri, rasa marah, kasihan, hiba, sedih, dendam, benci yang berupa emosi dan sentimal. Dengan demikian orang selalu mengikuti hawa ini dia akan tersesat.
Adapun bentuk-bentuk nafsu manusia adalah:
a)      Nafsu Amarah
b)      Nafsu Lauwwamah
c)      Nafsu Muthmainnah
d)     Nafsu Setaniah
b.      Sebagai Makhluk Pribadi
Sebagai makhluk Pribadi, manusia memiliki potensi:
1)      Memiliki potensi akal yang berfungsi untuk berfikir secara rasional untuk mengarahkan hidupnya ke arah maju dan berkembang.
  
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (Al-Baqarah: 164)

2)      Memiliki kesadaran diri
3)      Memiliki tanggung jawab
  
“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya,”. (Al-Muddatsir:38)

4)      Memiliki kondisi kecemasan dalam hidupnya sebagai ujian dari Allah yang disebut al-Khauf (ketakutan)

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Albaqarah: 155)

5)      Memiliki kemampuan untuk mengaktualisasikan fitrahnya pada pribadi bertaqwa.
6)      Memiliki kesadaran akan kematian dan ketiadaan
7)      Selalu terlibat dalam proses aktualisasi diri.
8)      Memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan
  
“Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Kami, mereka tidak tersembunyi dari kami. Maka Apakah orang-orang yang dilemparkan ke dalam neraka lebih baik, ataukah orang-orang yang datang dengan aman sentosa pada hari kiamat? perbuatlah apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (Fushilat:40)

c.       Sebagai mahluk Sosial
Manusia sebagai makhluk sosial meliputi:
1)      Manusia tidak terbebas dari pengaruh lingkungan terutama masa kanak-kanak
  
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Al-Tahrim:38)

2)      Manusia mampu mengubah (keputusan awal) yang dipandang tidak cocok lagi
  
“Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak,” (Al-Radh:85)

3)      Manusia mampu mempengaruhi lingkungannya
4)      Manusia membutuhkan keterlibatan menjalin hubungan dengan sesama.
d.      Sebagai Makhluk Religius
Hakekat manusia sebagai makhluk religius meliputi:
1)      Membawa misi Abdillah
2)      Sebagai Khalifatullah
3)      Membawa nilai-nilai keimanan dan kebenaran hakiki.

2.      Tujuan Hidup Manusia
Sesuai dengan fitrahnya manusia sebagai makhluk Allah, manusia bertugas untuk mengabdi kepada Allah, seperti yang difirmankan Allah sebagai berikut:
  
“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat: 56)

Ayat di atas menjelaskan bahwa tidaklah semata-mata Allah menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Nya. Ibadah (pengabdian) dalam hal ini tidak dimaksudkan dalam pengertiannya yang sempit, tetapi dalam pengertiannya yang luas. Yaitu nama bagi segala sesuatu yang dicintai dan diridhoi oleh Allah, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Pendeknya, tujuan hidup manusia adalah beribadah kepada Allah dalam segala tingkah lakunya. (Toto Suharto,2006: 89)

3.      Sifat-sifat Manusia Menurut Islam
Al-Qur’an banyak membahas tentang sifat-sifat manusia baik itu sifat yang positif maupun yang negatif. Adapun di antara sifat manusia yang negatif diantaranya,
a.       Keluh kesah (QS. Al-Ma’rij: 19)   
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.”

b.      Prasangka (QS. Al-Hujarat: 12)   

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”

c.       Kesombongan (QS. Al’Isra’: 83)
  
“Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila Dia ditimpa kesusahan niscaya Dia berputus asa.”

d.      Berbantah-bantahan (QS. Al-Kahfi: 54)
  
“Dan Sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran ini bermacam-macam perumpamaan. dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.”

e.       Iri dengki (QS. An-Nisa: 32)  

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”

f.       Kemalasan (QS. At-Taubah: 38)
g.      Dan lain sebagainya.
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir (2001: 158-159), mengemukakan di  antara sifat-sifat manusia yang baik untuk mencapai kepribadian muhsin adalah sebagai brikut:
h.      taubat (QS. Al-Nur:31, Al-Tahrim:8, Al-Baqarah:222)
i.        menjaga diri dari hal-hal yang syubhat.
j.        Zuhud (QS. Zariyat:50)   
“Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu.”

k.      Sabar (Al-Baqarah:45-46, al Anfal:46)
l.        Syukur nikmat (ibrahim:7)


”Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan mnambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".

m.    Ikhlas karena Allah (Ali Imran:152) 
“Dan Sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada sa'at kamu lemah dan berselisih dalam urusan itudan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan diantara kamu ada orang yang menghendaki akhirat. kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu, dan sesunguhnya Allah telah mema'afkan kamu. dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang orang yang beriman.

n.      Jujur, berfikir, brzikir, dan sebagainya

C.    Penutup
1.      Kesimpulan
Manusia adalah salah satu makhluk Allah yang paling sempurna, baik dari aspek jasmaniah maupun rohaniahnya. Karna kesempurnaannya itulah, maka untuk dapat memahami, mengenal secara dalam dan totalitas dibutuhkan keahlian yang spesifik. Dan hal itu tidak mungkin dapat dilakukan tanpa melalui studi yang panjang dan hati-hati tentang “manusia”  melalui al-Qur’an  dan sudah tentu di bawah bimbingan dan petunjuk Allah Ta’ala, serta berparadigma kepada proses pertumbuhan dan perkembangan eksistensi diri yang terdapat pada para Nabi, Rasul dan khususnya Nabi Muhammad SAW.
Adapun potensi-potensi yang ada dalam diri manusia adalah:
a.       Potensi Nur Illahiyah
b.      Potensi Ruh Illahiyah
c.       Potensi Nafs Illahiyah
d.      Potensi Qalb Illahiyah
e.       Potensi Akal Illahiyah
f.       Potensi Inderawi Illahiyah
Sesuai dengan fitrahnya manusia sebagai makhluk Allah, manusia bertugas untuk mengabdi kepada Allah.
Al-Qur’an banyak membahas tentang sifat-sifat manusia baik itu sifat yang positif maupun yang negatif.

2.      Saran
Pada makalah ini di bahas tentang hakekat manusia, untuk bahasan matri lebih lanjut agar dibahas pada segi dan aspek yang lebih luas.





DAFTAR PUSTAKA


Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir. Nuansa-nuansa Psikologi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2001

Aunur Rahim Faqih. Bimbingan dan Konseling dalam Islam. Yogyakarta: UII Press. 2001

Hamdani Bakran Adz-Dzaky. Konseling dan Psikotrapi Islam. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru. 2002

Thohari Musnamar. Dasar-dasar Konseptual Bimbingan & Konseling Islam. Yogyakarta:UII Press. 1992

Toto Suharto. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz. 2006

Zaenal Abidin dan Dodi Pasilaputra. Bimbingan dan Konseling Agama Islam (BKAI). Batusangkar: -STAIN Press. 2001